Seperti yang banyak
dibaca dari sejarah berdirinya pondok pesantren adalah tumbuhnya dari masjid,
surau atau mushalla bahkan dari rumah kyai itu sendiri. Demikian halnya dengan
pondok pesantren Madrosatul Qur’an.
Pada mulanya pondok
pesantren Madrosatul Qur’an berdiri karena kedatangan seorang kyai yang bernama
K.H. Chamdani. kyai tersebut berasal (aslinya) dari kota Solo, pindah ke desa Mojo tepatnya di dukuh Karangjoho. K.H. Chamdani dipandang mempunyai
ilmu khusus ilmu tentang Al-Qur’an karena walaupun beliau tuna netra akan
tetapi seorang hafidz (hafal Al-Qur’an). Pada awalnya K.H. Chamdani menolak apabila ada orang
(santri) yang ingin mondok (santri yang ingin menetap dirumah beliau). Karena
waktu itu K.H. Chamdani hanya melayani
mengajar membaca Al-Qur’an untuk masyarakat sekitar yang datang kerumahnya.
Ternyata minat masyarakat untuk mendidik anak-anaknya dalam membaca dan
menghafal Al-Qur’an semakin bertambah. Seiring berjalanya waktu nama K.H.
Chamdani semakin dikenal oleh masyarakat luas, masyarakat yang berasal dari
luar daerahpun semakin banyak yang mendatanginya dan selalu mendesak K.H.
Chamdani agar menerima santri mondok dirumahnya.
Karena desakan dan
keinginan masyarakat yang begitu tinggi, maka pada tahun 1980 K.H. Chamdani
baru mau menerima para santri yang datang dari dalam maupun dari luar daerah untuk
mondok dirumahnya. Namun dalam masa-masa awal penerimaan santri K.H. Chamdani
baru mau menerima santri putra, dan setelah dua tahun kemudian K.H. Chamdani
mau menerima santri putri. Hal ini dilakukan oleh K.H. Chamdani setelah
mendapat dukungan dari masyarakat dan tokoh agama khususnya kecamatan andong. Karena
masyarakat sangat butuh pengajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an yang
diajarkan oleh K.H. Chamdani, sehingga kedatangan seorang kyai yang hafid dan
tuna netra itu disambut oleh masyarakat dengan positif.
Pada waktu K.H.
Chamdani menerima para santri untuk pertama kali mendidik dirumahnya, dalam
keseharianya para santri tinggal satu rumah dengan kyai tersebut, akan tetapi
semakin lama semakin banyak santri yang ingin mondok di rumah K.H. Chamdani,
sehingga dirasa perlu membangun rumah
pondokan (Asrama).
Untuk membangun rumah
pondokan (asrama) K.H. Chamdani menerima wakaf dari saudaranya seluas 30 x 60
m. dari tanah wakaf yang terletak di belakang rumah beliau maka didirikanlah
sebuah pondokan (asrama) dengan biaya dari K.H. Chamdani sendiri, kemudian ada
sedikit donator dan dibantu oleh masyarakat setempat.
Pada tahun 1400 H (1980
M) pondok pesantren tersebut mulai resmi memakai nama pondok pesantren Madrosatul
Qur’an. Awalnya pondok pesantren Madrosatul Qur’an mendidik dan mengajar
santrinya hanya khusus Ilmu Al-Qur’an, namun dalam perkembanganya perkembanganya pondok pesantren Madrosatul Qur’an mengajarkan ilmu agama yang
lain seperti: Fiqih, Aqidah, Akhlak dan tajwid yang merujuk pada kitab-kitab
klasik.